Pagi.ini seperti yang sering terjadi, setiap aku melewati rumahnya, anak perempuan dari tetangga depan rumahku yang berwajah
malaikat itu, selalu menyapaku dengan manis, kali ini ia tidak hanya menyapa namun ia datang mendekat dan bertanya,”apa arti terkutuk itu?” Aku
sungguh tak tahu mesti menjawab apa, maka aku cuma bisa balas
bertanya, ”kenapa kau tanyakan itu?” Si anak berwajah malaikat menjawab,”karena
aku ingin tahu”, sambil tersipu, senyumnya bagai cahaya bintang. Aku
cuma bisa diam, dan terus berpikir, belum juga kutemukan jawaban tepat.
Maka kupikir aku mesti bertanya lagi,”darimana kau dengar kata itu?”.
“TV”. Jawabanmu justru membuatku lega,bukan mereka yang bilang padamu.
“Ah, TV itulah yang terkutuk”. Si anak memandangku bingung,”kalau
terkutuk itu TV, kenapa tante di TV tadi mengatai-ngatai temannya begitu
sambil melotot marah?”
“Bukan sayang, terkutuk bukan TV, tapi tak baik bagimu terlalu banyak nonton TV, terutama kalau bukan film kartun.”
“Jadi apakah terkutuk itu, apa kau juga tak tau?” matanya penuh harap.
“Aku tau, tapi aku lebih suka kau tak tau dan aku tak mau memberitahukan padamu sekarang.”
“Hmm, kalau besok, atau kapan-kapan?” harapannya belum pupus.
“Tidak besok, tidak kapanpun. Aku tak akan pernah mengatakannya padamu.”
.Wajah malaikat itu nampak kecewa, namun sifat kanak-kanak yang selalu ingin tahu membuatnya tak menyerah,”tapi kanapa?”
Aku memeluknya dan berbisik,”karena akan lebih baik untukmu jika tak tau
arti kata itu sepanjang hidupmu.”Hmm, tapi aku punya es krim, apa kau
mau?”. Senyum kembali merekah di wajah malaikatnya. Dan dia melonjak
senang, berteriak,”asyik!” Bersama rasa gembira demi 1 cup es krim
hilanglah semua tanya yang belum sempat terjawab, galaunya sudah lenyap
tanpa bekas.
Dingin dan manisnya es krim lumerkan hatiku, dan tanpa suara aku
berkata, ”maafkan aku tak bisa katakan padamu, apa arti ‘terkutuk’, karena
kau begitu polos dan cantik, karena aku menyayangimu. Dan aku tak ingin
kau tau, seperi mereka di luar sana, tau bahwa sesungguhnya akulah
itu; terkutuk…”
Kamis, 24 Oktober 2013
Terkutuk
“Terima kasih, es krimnya enaak, om baik sekali!” wajah malaikat itu
melompat riang beranjak pergi. Dan lagi-lagi aku hanya bisa berbisik
dalam hati, semoga kau tak pernah tau, agar besok aku bisa memberimu es
krim lagi saat kau datang, dan kunikmati senyum bintangmu, entah bagaimana
kau mampu membuat yang ’terkutuk’ macam diriku merasa baik sekali…
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.