Kau datang lagi malam ini, mungkin cantik bulan sabit
membuatmu rindu pada senyumku. Kau datang, dengan sebuah permintaan. “Tolong
tuliskan untuk ku sesuatu ... Sesuatu tentang aku ...” pintamu. Aku bertanya
pada sepi, apa yang bisa kutuliskan untuknya malam ini? Aku bingung mau menulis
apa tentangnya.
"Baiklah akan kutuliskan tentang keindahan hari ini." Gumanku dalam hati.
"Baiklah akan kutuliskan tentang keindahan hari ini." Gumanku dalam hati.
Aku menuliskan tentang cemerlang bintang dan lengkung bulan sabit yang
tergantung di langit.
"Tahukah kau, untuk siapa bintang dan bulan menyalakan malam? Untuk mereka
yang rela menghabiskan malam tanpa dinding dan atap rumah" tandasku
Kau selalu begitu, selalu pintar menumbuhkan embun di jendela hatiku. Embun
yang rapuh, hanya berkilau sebentar sebelum hilang ditelan cahaya.
"Kalau begitu tuliskan tentang kehidupan di benakmu." pintamu
Aku mencoba menuliskan tentang anak-anak kucing yang baru lahir. Tentang anak-anak
ayam yang muncul dari retakan telur. Tentang seekor bebek yang tinggal bersama
sekumpulan ayam, kulihat itu siang tadi, sungguh. Tentang sebuah empang yang
jadi saksi sebutir bulatan hitam kecil berlendir, yang berubah jadi mahluk
mungil penakut berekor panjang, namun waktu menghilangkan ekor sekaligus sifat
penakutnya, mengubahnya jadi mahluk angkuh yang duduk di atas daun teratai
sambil bernyanyi kencang, mungkin dikiranya suara paraunya lebih memikat dari
bunga-bunga teratai.
Kau tertawa.
"Sekarang tuliskan tentang kematian ya"
Aku menatapmu, kenapa kau minta itu ? Keindahan dan kehidupan ada di mana-mana,
aku bisa menuliskan lebih banyak untukmu tentang kedua hal itu. Tapi kematian,
mendengar kau berkata tentang itu saja seolah padam semua yang terang di
benakku. Lagipula, mungkinkah aku bisa menulis sesuatu yang tak kukenal, tak
pernah kujumpai, dan tak ingin pula aku memikirkannya.
"Kenapa, kenapa kematian membuatmu beringsut takut. Kenapa kau tak ingin
memikirkannya. Tak tahukah kau, keindahan dan kehidupan adalah saudara
kematian, mereka lahir dari satu rahim, mereka tumbuh dan berjalan seiring
sepanjang waktu. Tidakkah kau iba, melihat kematian jadi putus asa, merasa
tersisih dan tersingkir karena tak sudi kau mengenalnya ?" tanyamu dengan
wajah mengkerut.
Kukira kau selalu pintar dan bijak, tapi jangan paksa aku menuliskan tentang
kematian. Kematian pantas merasa tersisih dan tersingkir, bukankah kematian
selalu kejam memisahkan semua yang saling mencinta. Kematian selalu membuat
hilang banyak hal, kematian menyiksa yang hidup dengan kesedihan dan kesepian.
Baiklah, akan kuceritakan sedikit padamu tentang kematian yang kutahu. Sebujur
tubuh beku, segunduk tanah lembab yang membuatku tak bisa lagi memandang sosok
yang kusayang. Apalagi ? Tak ada yang bisa kutuliskan lagi.
"Mengapa kau tak menulis tentang kita, pada ruang dan waktu sekarang
?" pintamu sedikit memaksa
“Aku tak mengerti” jawabku wajah bingung.
"Jika tak ada kematian akankah ada keindahan yang sepenuh hati mencintai
kehidupan. Takkan ada kita sekarang. Kau yang duduk sambil menggerakkan jemari
pada keyboardmu, kau yang tadi telah menuliskan keindahan dan kehidupan
untukku. Aku yang duduk di lengan kursimu, setengah memelukmu, menghirup wangi
rambutmu, menikmati sejuk embun di matamu. Tak tahukah kau, hanya kematian yang
mau dan mampu mengantarkan aku ke sampingmu. Kematian yang telah membuat kita
bahagia, berada begitu dekat denganmu, bicara denganmu, menyentuhmu. Bukankah
itu cukup bagimu, agar kau tahu sungguh tak ada yang mesti kau gentarkan saat
kau jumpai kematian. Kematian akan mengantar keindahan dan kehidupan dalam benakmu
menjelma nyata dan sempurna" tandasmu
Aku tak mampu berkata-kata, hanya jemariku yang terus bergerak mengetikkan
sebuah kalimat yang menyesak di dadaku, kalimat yang mengalir deras dari
mataku, kalimat yang berdesir hangat di nadi-nadiku. Kurasakan gerak lembut
bibirmu di rambutku saat kau katakan apa yang kutulis dan kaubaca;
Kaulah segala, keindahan, kehidupan dan kematian...
Kaulah segala, keindahan, kehidupan dan kematian...
Kaulah segala, keindahan, kehidupan dan kematian...
Kaulah segala, ...
Ruang begitu hening, hanya terdengar suara ketukan jarijari pada keyboard yang
basah, titiktitik embun berjatuhan di seluruh ruang. Sejuk dan berkilau...
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.