Beatriks
Bunga
Ketika Kita Kehilangan Kekayaan, Anda Tidak
Kehilngan Apa-Apa. Ketika Kita Kehilangan Kesehatan,
Anda Kehilangan Sesuatu. Ketika Kehilangan
Karakter, Anda Kehilangan Segala-Galanya
(Billy Graham)
Menurun
atau punah nya peradaban suatu bangsa bukanlah dikerenakan oleh perang atau bahkan
kemiskinan tetapi karena menurunnya karakter masyarakat didalamnya.
Thomas Lickona dalam bukunya “Educating for Character: How Our Schools Can
Teach Repect and Responsibility”
menegaskan bahwa kualitas karakter generasi mudanya yang menjadi indikator
penting apakah sebuah bangsa dapat maju atau tidak. Lickona juga
mengidentifikasi 10 tanda-tanda karakter generasi muda yang perlu diwaspadai
karena dapat mengancam kehancuran bangsa, yaitu : 1) meningkatnya kekerasan
dikalangan remaja, 2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, 3)
pengaruh peer-group yang kuat dalam
tindak kekerasan, 4) meningkatnya perilaku merusak diri seperti narkoba,
alkohol dan seks bebas, 5) semakin
kaburnya pedoman moral baik dan buruk, 6) menurunnya etos kerja, 8) rendahnya
rasa tanggung jawab invidu dan warga Negara, 9) membudayanya ketidakjujuran
dan, 10) adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama.
Jika kita berkaca dari 10
tanda diatas, fenonema yang terjadi di Indonesia secara umum dan NTT khusunya,
menunjukkan semua tanda-tanda tersebut sudah terjadi dan bahkan sudah mencapai tahap yang cukup
mempirihatinkan.
Upaya baik preventif maupun
pengobatan terhadap menurunnya moralitas di sudah dilakukan banyak pihak mulai
dari pembinaan-pembinaan dalam masyarakat sampai pada pembuatan undang-undang
dan kekuatan hukum yang lebih mengikat. Salah satu upaya preventif/ tindakan
pencegahan adalah melalui pendidikan.
Melalui upaya ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas karakter
generasi muda sehingga dapat mengurangi berbagai masalah karakter bangsa.
Apa
itu Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bukan lagi
hal baru di dalam sejarah kehidupan manusia. Sejak dulu orangtua selalu
mengarahkan anak-anaknya untuk berlaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku
dalam budaya mereka.Karakter menjadi jantung dari pendidikan itu sendiri.
Bapak pendidikan yaitu Ki
Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk
memajukan budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran dan tubuh anak.
Hal ini menyiratkan bahwa melalui pendidikan terbentuklah manusia yang memiliki
kecerdasan baik kecerdasan kognisi, kecerdasan sosial-emosional, kecerdasan
spiritual maupun kinestetik.
Berdasarkan masukan dari
masyarakat Pemerintah sendiri dalam hal ini adalah Kementrian Pendidikan khususnya bidang penelitian dan pengembangan
, mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa pada tanggal 14 Januari
2010 sebagai Gerakan Nasional. Kebijakan ini bukan mengubah kurikulum tetapi
menekankan pada sikap dan ketrampilan kepala sekolah, guru dan konselor
berintegrasi dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dalam proses
pembelajaran
Ada 18 nilai karakter yang
diatur dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa berdasarkan Naskah
Pengembangan Pendidikan Karakter yaitu nilai religious, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, dan tanggung jawab. Nilai-nilai
inilah yang diharapkan dapat di internalisasikan dalam keseluruhan proses
belajar mengajar.
Pendidikan
Karakter dalam Permainan Tradisional
Pendidikan yang
berkarakter dapat ditunjang salah satu nya dengan permainan tradisional. Permainan
tradisional biasa juga disebut permainan rakyat. Permainan ini tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat pedesaan. Permainan tradisional juga merupakan
simbolisasi dari pengetahuan turun temurun dan kaya akan nilai-nilai serta
pesan bagi anak. Sifat dan ciri permainan tradisional adalah sudah tua, tidak
diketahui asal usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya.
Permainan
tradisional sangat bergantung dengan lingkungan tempat dia tumbuh sehingga
otomatis nilai-nilai dalam masyarakat terinternalisasi didalamnya. Sehingga
sebenarnya sangat efektif jika permainan tradisional dipakai dalam proses
pembentukan karakter anak.
Setidaknya ada 56
permainan tradisional yang muncul dari kebudayaan masyarakat NTT. Permainan-permainan
ini terkadang sama hanya berbeda nama serta mengalami perubahan dalam aturan
bermain dan penamaannya. Permainan Gasing misalnya. Di Flores Timur di sebut
dengan nama Kote, Timor disebut dengan permainan Piol, Sabu disebut dengan
permainan Womaka, Alor sub etnik Abui disebut dengan Kong dan Sumba disebut
dengan Pamangku. Permainan ini memiliki fungsi selain memperoleh kesenangan
tetapi nilai-nilai seperti kerjasama, nilai kreatifitas, penyelesaian konflik,
toleransi, tanggung jawab, rasa ingin tahu dan semangat kebangsaan.
Keseluruhan proses
permainan tradisional sebenarnya mengandung nilai-nilai karakter yang baik (good character) yang dapat membentuk
karakter anak. Mulai dari saat anak memutuskan untuk bermain. Pada saat itu
terlihat bagaimana anak harus berbagi peran, memilih teman kelompok yang
sesuai, menyelesaikan konflik yang terjadi saat pemilihan peran tersebut. Pada
saat itu pula anak belajar bagaimana bekerja sama, belajar untuk toleransi,
memiliki nilai-nilai kekeluargaan, menghargai pendapat teman yang lain. Pada
saat bermain, anak tentunya harus bekerjasama dalam menentukan strategi
mencapai tujuan yaitu kemenangan, pada saat itu anak harus saling menghargai,
belajar menerima kekalahan, mampu menahan emosi saat terjadi pertentangan dalam
kelompok, kerja keras dan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mencapai
tujuan, disiplin mengikuti aturan yang ditetapkan bersama,
Permainan
tradisional juga secara tidak langsung sudah mengajarkan anak untuk memiliki
nilai kecintaan terhadap milik bangsa, semangat kebangsaan sekaligus
melestarikan budaya. Juga mengajarkan anak untuk tidak hidup dalam budaya
hedonis dan konsumtif seperti membeli dan memainkan permainan modern video
games.
Kayanya nilai-nilai
karakter yang terkandung dalam permainan
tradisional harusnya memberi inspirasi kepada kita untuk memanfaatkan
kebudayaan lokal sebagai salah satu model pembentukan karakter anak bangsa dan
sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia(*)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.