Kekerasan Seksual pada anak

Istilah pacaran sungguh sangat tidak asing di masa sekarang ini. Bahkan anak usia SD pun sudah nampak sangat fasih bicara soal pacaran. Mungkin ini akibat maraknya lagu menyebutkan kata cinta, pacar, sayang, dan lain sebagainya

Surat Untuk Nona Rambut Tabongkar 2

Teruntuk beta pung Nona rambut tabongkar tersayang... Apa kabar, sayang? Entah ini hari yang ke berapa katong su sonde saling bertegur sapa. Ya. Bukan waktu yang lama memang, tapi su cukup untuk membuat beta merindukan senyum dan sapaan hangat dari nona.

Kamu pasti tau kenapa ini tercipta....

SEPI bukan berarti HILANG... DIAM bukan berarti LUPA... JAUH bukan berarti PUTUS... SENDIRI bukan berarti MATI... Yang pasti saat MATI, tentu SENDIRI....

Pada Suatu Hari....

Pasti akan ada satu hari. Di mana kamarku mendadak senyap. Tanpa celotehan dan suara nada dering ponsel, serta tak ada lagi suara dari putaran kipas angin laptop.

Belajar dari Lentera Alam Learning Community for Women and Children

Kemarin perempuan muda, cantik dan bersahaja itu berkata pada saya, "tak harus mengeluarkan banyak uang untuk bisa membahagiakan dan menyenangkan anak-anak

Rabu, 31 Oktober 2012

Pendidkan Karakter Anak Dalam Permainan Tradisional di NTT



Beatriks Bunga

Ketika Kita Kehilangan Kekayaan, Anda Tidak Kehilngan Apa-Apa. Ketika Kita Kehilangan Kesehatan,
Anda Kehilangan Sesuatu. Ketika Kehilangan Karakter, Anda Kehilangan Segala-Galanya
(Billy Graham)

Menurun atau punah nya peradaban suatu bangsa bukanlah dikerenakan oleh perang atau bahkan kemiskinan tetapi karena menurunnya karakter masyarakat didalamnya.
Thomas Lickona dalam bukunya “Educating for Character: How Our Schools Can Teach Repect and Responsibility  menegaskan bahwa kualitas karakter generasi mudanya yang menjadi indikator penting apakah sebuah bangsa dapat maju atau tidak. Lickona juga mengidentifikasi 10 tanda-tanda karakter generasi muda yang perlu diwaspadai karena dapat mengancam kehancuran bangsa, yaitu : 1) meningkatnya kekerasan dikalangan remaja, 2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, 3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, 4) meningkatnya perilaku merusak diri seperti narkoba, alkohol dan seks bebas,  5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, 6) menurunnya etos kerja, 8) rendahnya rasa tanggung jawab invidu dan warga Negara, 9) membudayanya ketidakjujuran dan, 10) adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama.
Jika kita berkaca dari 10 tanda diatas, fenonema yang terjadi di Indonesia secara umum dan NTT khusunya, menunjukkan semua tanda-tanda tersebut sudah terjadi dan bahkan  sudah mencapai tahap yang cukup mempirihatinkan. 
Upaya baik preventif maupun pengobatan terhadap menurunnya moralitas di sudah dilakukan banyak pihak mulai dari pembinaan-pembinaan dalam masyarakat sampai pada pembuatan undang-undang dan kekuatan hukum yang lebih mengikat.  Salah satu upaya preventif/ tindakan pencegahan adalah melalui pendidikan.  Melalui upaya ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas karakter generasi muda sehingga dapat mengurangi berbagai masalah karakter bangsa.
Apa itu Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bukan lagi hal baru di dalam sejarah kehidupan manusia. Sejak dulu orangtua selalu mengarahkan anak-anaknya untuk berlaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam budaya mereka.Karakter menjadi jantung dari pendidikan itu sendiri. 
Bapak pendidikan yaitu Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran dan tubuh anak. Hal ini menyiratkan bahwa melalui pendidikan terbentuklah manusia yang memiliki kecerdasan baik kecerdasan kognisi, kecerdasan sosial-emosional, kecerdasan spiritual maupun kinestetik.
Berdasarkan masukan dari masyarakat Pemerintah sendiri dalam hal ini adalah Kementrian Pendidikan  khususnya bidang penelitian dan pengembangan , mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa pada tanggal 14 Januari 2010 sebagai Gerakan Nasional. Kebijakan ini bukan mengubah kurikulum tetapi menekankan pada sikap dan ketrampilan kepala sekolah, guru dan konselor berintegrasi dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran
Ada 18 nilai karakter yang diatur dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa berdasarkan Naskah Pengembangan Pendidikan Karakter yaitu nilai religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, dan tanggung jawab. Nilai-nilai inilah yang diharapkan dapat di internalisasikan dalam keseluruhan proses belajar mengajar.

Pendidikan Karakter dalam Permainan Tradisional
Pendidikan yang berkarakter dapat ditunjang salah satu nya dengan permainan tradisional. Permainan tradisional biasa juga disebut permainan rakyat. Permainan ini tumbuh dan berkembang dalam masyarakat pedesaan. Permainan tradisional juga merupakan simbolisasi dari pengetahuan turun temurun dan kaya akan nilai-nilai serta pesan bagi anak. Sifat dan ciri permainan tradisional adalah sudah tua, tidak diketahui asal usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya.
Permainan tradisional sangat bergantung dengan lingkungan tempat dia tumbuh sehingga otomatis nilai-nilai dalam masyarakat terinternalisasi didalamnya. Sehingga sebenarnya sangat efektif jika permainan tradisional dipakai dalam proses pembentukan karakter anak.
Setidaknya ada 56 permainan tradisional yang muncul dari kebudayaan masyarakat NTT. Permainan-permainan ini terkadang sama hanya berbeda nama serta mengalami perubahan dalam aturan bermain dan penamaannya. Permainan Gasing misalnya. Di Flores Timur di sebut dengan nama Kote, Timor disebut dengan permainan Piol, Sabu disebut dengan permainan Womaka, Alor sub etnik Abui disebut dengan Kong dan Sumba disebut dengan Pamangku. Permainan ini memiliki fungsi selain memperoleh kesenangan tetapi nilai-nilai seperti kerjasama, nilai kreatifitas, penyelesaian konflik, toleransi, tanggung jawab, rasa ingin tahu dan semangat kebangsaan.
Keseluruhan proses permainan tradisional sebenarnya mengandung nilai-nilai karakter yang baik  (good character) yang dapat membentuk karakter anak. Mulai dari saat anak memutuskan untuk bermain. Pada saat itu terlihat bagaimana anak harus berbagi peran, memilih teman kelompok yang sesuai, menyelesaikan konflik yang terjadi saat pemilihan peran tersebut. Pada saat itu pula anak belajar bagaimana bekerja sama, belajar untuk toleransi, memiliki nilai-nilai kekeluargaan, menghargai pendapat teman yang lain. Pada saat bermain, anak tentunya harus bekerjasama dalam menentukan strategi mencapai tujuan yaitu kemenangan, pada saat itu anak harus saling menghargai, belajar menerima kekalahan, mampu menahan emosi saat terjadi pertentangan dalam kelompok, kerja keras dan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan, disiplin mengikuti aturan yang ditetapkan bersama,
Permainan tradisional juga secara tidak langsung sudah mengajarkan anak untuk memiliki nilai kecintaan terhadap milik bangsa, semangat kebangsaan sekaligus melestarikan budaya. Juga mengajarkan anak untuk tidak hidup dalam budaya hedonis dan konsumtif seperti membeli dan memainkan permainan modern video games.
Kayanya nilai-nilai karakter yang terkandung  dalam permainan tradisional harusnya memberi inspirasi kepada kita untuk memanfaatkan kebudayaan lokal sebagai salah satu model pembentukan karakter anak bangsa dan sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia(*)