Minggu, 11 November 2012

Tempat Parkir Perlu Dikelola Profesional

Kota Kupang dengan luas wilayah 0,33% dari luas Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan Kota berpenduduk terbanyak ketiga di NTT dan kepadatan tertinggi. Sebagai kota terbesar Propinsi NTT, Kupang dikenal sebagai kota padat kendaraan sehingga di beberapa titik jalan, pada jam-jam tertentu kemacetan tidak bisa dihindari. Karena itu perlu adanya perbaikan pengelolaan parkir.

Cover TIMORense Edisi 46
Kenyataan ini bisa kita lihat di sepanjang jalan Sudirman Kuanino - Kupang, di kawasan Kampung Solor, dan di beberapa titik jalan lainnya. Padahal, Pemerintah Kota Kupang dalam upaya mengatasi kemacetan telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 15/2011 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Namun sayangnya, kenyataan kemacetan masih saja terjadi akibat dari semrawutnya parkir di lokasi-lokasi jalan umum tersebut.
Menanggapi persoalan ini, Dedy Manafe, SH, MHum, dosen hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, saat ditemui TIMORense, mengatakan, sudah saatnya Kota Kupang membutuhkan pengelola parkir profesional di masa mendatang. Pengelolaan parkir yang efektif diharapkan mampu menjadi salah satu upaya pemecah kemacetan lalu lintas. "Parkir menjadi bagian tidak terpisahkan dari pengendalian kemacetan. Untuk itu, penataannya memang harus dilakukan," kata Dedy.
Dedy mengakui, pertumbuhan kendaraan tidak sebanding dengan pertumbuhan ruas jalan. Jumlah kendaraan meningkat tajam sementara pertumbuhan ruas jalan hanya 0,01 % per tahun.
Terkait penataan parkir, menurut Dedy, Pemerintah Kota Kupang perlu menata secara profesional pengelolaan parkir di Kota Kupang. Untuk mengatasi persoalan ini, Dinas Perhubungan Kota Kupang dan jajarannya perlu berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Pasalnya status jalan tersebut merupakan jalan negara yang menjadi kewenangan Dinas Perhubungan NTT terkait persoalan sarana lalu lintas jalan.
Dedy menjelaskan, sejatinya para  usahawan yang berada di jalan-jalan strategis harus menyediakan lahan parkir. Apalagi pengunjungnya yang makin banyak setiap harinya.
Ia mencontohkan, Bank BNI di Kuanino yang menyediakan lahan parkir di lantai bawah tanah. Tetapi sayangnya, ada salah satu bank yang tidak menyediakan lahan parkir memadai sehingga sering memacetkan arus lalu lintas.
"Memang ada lahan parkirnya. Tetapi sangat kecil. Sehingga ketika nasabah bank itu memarkir kendaraan roda empat pada bagian kiri dan kanan jalan itu berpotensi menimbulkan kemacetan. Apalagi di ruas jalan itu arus lalu lintasnya dua arah," papar Dedy
Ia menambahkan, akibat dari penataan dan pengelolaan parkir yang tidak profesional berdampat makin menyempitnya beberapa jalan di Kota Kupang. Karena itu, menurutnya, perlu ada koordinasi lintas instansi antara pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan, Polantas dan para pelaku usaha. "Koordinasi itu untuk mewujudkan keamanan dan kenyamanan warga berlalu lintas di jalan raya," katanya.
Langkah ini ditempuh lantaran persoalan kemacetan lalin bukan hanya menjadi urusan Polantas saja. Urusan kemacetan menjadi tanggungjawab berbagai pihak termasuk masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Kadis Perhubungan Kota Kupang, Gosa Yohannes, kepada TIMORense mengatakan, sistem pengelolaan parkir di Kota Kupang dikelola pihak ketiga. Namun dia mengingatkan, sejatinya penetapan sebagai pengelola parkir melalui mekanisme tender.
Sesuai kontrak kerja, menurut Gosa, para pengelola parkir diwajibkan melengkapi juru parkirnya dengan traffic control lamp (tongkat lampu lalulintas) dan jangan pakai kayu, dan menggunakan rompi parkir. Jika musim hujan harus siapkan mantel untuk juru parkirnya. Juru parkir pun harus serahkan identitasnya agar gampang dikontrol.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Kota Kupang, Alfred Lakabela. “Kondisi  Kota Kupang sudah mulai rawan macet pada jam-jam tertentu, akibat dari parkir yang semrawut”, kata Gosa.
Untuk itu, menurut dia, perlu ada pembenahan secara menyeluruh, terutama pada petugas parkir agar profesional, lokasi parkir harus diberi tanda parkir dan jangan asal parkir, dan harus menaati rambu lalulintas yang ada. “Kalau bisa ada tenaga kontrak pada dinas tersebut untuk dilatih menjadi tukang parkir, minimal ada pengawasan yang ketat sehingga pengelolaan parkir semakin hari semakin baik”, saran Alfred. (*)

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.