Ikhlas. Itu yang sering orang katakan padaku. Namun ikhlas itu tak sesederhana enam huruf berbeda yang membentuknya. Perlu segenap keberanian dan komitmen kuat untuk bisa melakukannya. Dan aku masih belajar. Dan akan terus belajar. Karena memang itu satu-satunya hal yang bisa aku lakukan untuk saat ini. Apa lagi?
Seandainya kamu ingat, dulu kamu selalu meyakinkanku bahwa kamu tidak akan pergi terlalu jauh. Meyakinkanku bahwa kamu akan selalu ada di sekitarku, di dalam jangkauan, meskipun pada kenyataannya tidak persis seperti itu, aku tetap percaya kamu tidak sedang berbohong. Entahlah, ternyata rasa percaya terkadang juga bisa begitu membingungkan. Terlebih lagi rasa percaya yang tanpa alasan. Setidaknya, bukan alasanku, mungkin alasan-Nya.
Dan kerinduan ini. Dengan apa lagi bisa kuredam dalam-dalam selain dengan secuil kenangan dan beberapa bait doa memohon kelapangan hati. Manusia memang terkadang begitu manja dan takut sendiri. Dan di saat-saat seperti inilah aku merasa begitu manusia. Dengan sebuah lubang besar di suatu tempat yang terlindung oleh rusuknya. Manusia yang sedang merasa kehilangan, merasa sendirian.
Dan di tengah kerinduan, aku duduk di kamar ini, menerawang ke satu tempat yang jauh di mana kamu sempat ada. Lengkap dengan segala macam cerita, senyum bahkan tawa, serta sorot mata yang begitu meneduhkan. Lengkap dengan adanya ‘kita’. Dan mungkin dengan adanya sebuah rasa yang sama-sama tak pernah kita ungkapkan tapi kita tahu bahwa ia nyata.
Seandainya suatu saat apa yang kutulis ini sampai di tanganmu dan kamu sulit mencernanya, tak usah memaksakan diri untuk mengerti. Ada kesimpulan yang sangat singkat dan aku yakin akan sangat mudah untuk kamu pahami. Aku rindu. Itu saja…