Apakah waktu, bisakah kuhirup sisa nafasmu, sebelum waktu membawa kembali mendung, pelangi dan pohon2 kembali kepada hutan, hutan yang hilang dalam perjalanan mencari hujan. Hujan mungkin mengirim pesan yang tak ingin kau baca, dan pelangi itu berbaring letih, menyerahkan warna2nya pada lumpur dan jalan2 kota. Hutan terus mencari hujan, hujan masih mengirim pesan, pesan yang memahat batang2 pohon, batang2 pohon menumpahkan getah, serupa nanah menggenangi luka, membuatnya berkilat. Kau terlalu pintar untuk tak membaca yang sembunyi di bibirku. Aku terlampau sayang untuk menimbun semua yang berguguran di rambutmu.
Aku tahu kau pasti mengerti. Tak peduli waktu, selalu masih ada kelopak2 bunga yang terentang, menyerahkan harum pada angin, angin yang mengantarkan kelopak2 bunga pada jalan2mu, melapisi kelabu dengan warna2, mewangi udara: ketika kau melangkah ke arah musim hujan di mana aku terbenam. Hujan yang akan membuat kau tertawa, kau segera akan terlalu pintar untuk bahagia, tanpa membaca apa2. Hanya ada hujan yang akan membuat kau tertawa. Sama sepertimu, aku percaya Tuhan mengirim cinta di tiap tetes air hujan.
Kau segera akan terlalu pintar untuk bahagia, tanpa membaca apa-apa*
Opr, 26 Juli 2013